a story by Tere Liye
Ini kisah ttg cicak. Sakti sekali. Saking mandraguna-nya, saya selalu
terbayang-bayang di mata apa yg telah dia lakukan semalam. Daripada saya
sendiri yang menanggung beban terbayang2 ini, maka saya bagikan saja
ceritanya. Begini kisahnya.
Malam itu, dari lantai rumah, ada
berderet2, berpuluh2 semut sedang bergotong-royong menggotong bangkai
serangga. Itu bangkai lalat--habis saya tepuk sampai semaput. Beberapa
menit lalu seekor semut menemukan bangkainya. Lantas dgn kode2 tertentu
mulai memanggil temannya.. setelah terkumpul pasukan, dimulailah
kerja-besar itu.. berawal dari lantai rumah, harus naik 3 meter menuju
sarang mereka... Terus.... terus.... terus.... merayap naik ke
dinding...
Satu meter
berlalu.... Itu bangkai lalat jatuh lagi.. Aduh... Kasihan. Tapi
semut-semut itu tidak putus asa, mereka bergegas kembali dr awal.. "Ayo
kerja!" Dua meter berlalu.... nampaknya sekarang lebih stabil, "Ayo! Ayo
gendong!" Tiga meter, sudah dekat banget dengan atap. Siap masuk ke
lubang sarang mereka. Beberapa semut kehilangan keseimbangan. Itu
bangkai lalat jatuh lagi... Aduh, kasihannya. Tapi semut adalah bangsa
pekerja, mereka tidak pantang menyerah. Ayo, kita ambil lagi, komandan
semut berseru. Maka ratusan semut kembali turun ke lantai.
Pekerjaan besar itu dimulai lagi. Satu meter... Dua meter... kali ini
mereka lebih tangguh. Tiga meter... sudah persis masuk ke lubang sarang
mereka, sudah dekat sekali kesuksesan itu. Aduh...
Seekor
cicak mendekat. Dalam sekejap... Splash! Lidahnya menjulur, mengambil
bangkai serangga itu dari gendongan belasan semut... Sepersekian detik,
langsung menelannya, bangkai lalat itu sudah pindah ke dalam perut
cicak. Hiks.... Semut2 kocar-kacir... Semut berlarian minggir... hendak
kecewa, hendak marah, padahal butuh dua jam gendongnya dari tegel luar
sana.... Sudah deket banget, duh diambil cicak sakti mandraguna...
nasib! Mau bilang apa? hanya menatap kalah pada si cicak sakti
mandraguna.
Kisah ini nampak kosong, bukan. Hanya tentang
seekor cicak saja. Tapi saya jadi terbayang2 lama, karena sy menemukan
konteks ceritanya. Itulah yang terjadi saat kita menyuap, menyogok saat
menginginkan sesuatu. Ribuan orang bekerja habis2an mau masuk sebuah
sekolah/universitas, bertahun2 latihan soal, kita salip dengan menyuap.
Ribuan orang menyiapkan diri habis2an utk masuk jadi PNS, karyawan atau
apalah, kita salip dengan menyogok. Pikirkan betapa tidak adilnya
situasi ini. Juga orang2 yg membeli tiket lewat calo, juga orang2 yg mau
membayar lebih mahal utk menyingkirkan orang lain, nyelak antrian
(apapun jenis antriannya). Juga, juga, dan beribu juga lainnya.
Duuhh... teganya!! tega sekali!!
Ya Allah, semoga kami tidak termasuk golongan orang2 jahat tersebut.
Satu meter berlalu.... Itu bangkai lalat jatuh lagi.. Aduh... Kasihan. Tapi semut-semut itu tidak putus asa, mereka bergegas kembali dr awal.. "Ayo kerja!" Dua meter berlalu.... nampaknya sekarang lebih stabil, "Ayo! Ayo gendong!" Tiga meter, sudah dekat banget dengan atap. Siap masuk ke lubang sarang mereka. Beberapa semut kehilangan keseimbangan. Itu bangkai lalat jatuh lagi... Aduh, kasihannya. Tapi semut adalah bangsa pekerja, mereka tidak pantang menyerah. Ayo, kita ambil lagi, komandan semut berseru. Maka ratusan semut kembali turun ke lantai.
Pekerjaan besar itu dimulai lagi. Satu meter... Dua meter... kali ini mereka lebih tangguh. Tiga meter... sudah persis masuk ke lubang sarang mereka, sudah dekat sekali kesuksesan itu. Aduh...
Seekor cicak mendekat. Dalam sekejap... Splash! Lidahnya menjulur, mengambil bangkai serangga itu dari gendongan belasan semut... Sepersekian detik, langsung menelannya, bangkai lalat itu sudah pindah ke dalam perut cicak. Hiks.... Semut2 kocar-kacir... Semut berlarian minggir... hendak kecewa, hendak marah, padahal butuh dua jam gendongnya dari tegel luar sana.... Sudah deket banget, duh diambil cicak sakti mandraguna... nasib! Mau bilang apa? hanya menatap kalah pada si cicak sakti mandraguna.
Kisah ini nampak kosong, bukan. Hanya tentang seekor cicak saja. Tapi saya jadi terbayang2 lama, karena sy menemukan konteks ceritanya. Itulah yang terjadi saat kita menyuap, menyogok saat menginginkan sesuatu. Ribuan orang bekerja habis2an mau masuk sebuah sekolah/universitas, bertahun2 latihan soal, kita salip dengan menyuap. Ribuan orang menyiapkan diri habis2an utk masuk jadi PNS, karyawan atau apalah, kita salip dengan menyogok. Pikirkan betapa tidak adilnya situasi ini. Juga orang2 yg membeli tiket lewat calo, juga orang2 yg mau membayar lebih mahal utk menyingkirkan orang lain, nyelak antrian (apapun jenis antriannya). Juga, juga, dan beribu juga lainnya.
Duuhh... teganya!! tega sekali!!
Ya Allah, semoga kami tidak termasuk golongan orang2 jahat tersebut.